Jakarta, OLE - Alasan konyol dan tampak dipaksakan, dilontarkan eks Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kajari Jaksel), Anang Supriatna terkait eksekusi Silfester Matutina, Ketua Umum Solmet.
Eksekusi Silfester mestinya bisa dilakukan pada tahun itu sebab kasusnya sudah inkrah. Anang saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ia mengklaim ketika dirinya menjabat sebagai Kajari telah mengeluarkan surat perintah untuk eksekusi. Namun mengalami kendala karena hal tersebut sempat hilang.
"Kita sudah melakukan (perintah eksekusi) setelah inkrah. Saat itu tidak sempat dieksekusi karena dia sempat hilang," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Kamis (14/8).
Setelah tidak ditemukan, kata Anang, Indonesia menghadapi situasi Pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas dan kegiatan termasuk eksekusi pemakaman.
Ia kemudian membantah jika pada saat itu alasan Silfester tidak ditahan karena ada tekanan faktor politik. "Semata-mata terhalang faktor Pandemi Covid-19. Jangan masukkan orang, yang di dalam aja harus dikeluarkan,” tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak mulai dari Komisi Kejaksaan (Komjak) hingga mantan Menko Polhukam Mahfud MD menganalisis langkah Kejaksaan yang tidak sampai menghapus Silfester.
Mahfud mengatakan bahwa masa eksekusi vonis majelis hakim terhadap Silfester belum membeku, sehingga kejaksaan bisa segera tersingkir.
"Mestinya Kejaksaan Agung menjelaskan: 1) Mengapa itu terjadi? 2) Langkah apa yang telah dan akan dilakukan sekarang? Rakyat berhak mengetahui tentang itu. Menakutkan, jika ada vonis yang tak dilaksanakan tanpa penjelasan," kata Mahfud.
Silfester dijerat kasus dugaan pencemaran nama baik dan fitnah setelah Solihin Kalla yang merupakan anak Jusuf Kalla melaporkannya pada 2017 terkait ucapannya dalam orasi.
Dalam orasinya itu, Silfester menuding Wakil Presiden Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester kemudian dijatuhi hukuman vonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018. Putusan itu juga dikuatkan di tingkat banding yang dibacakan pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, majelis hakim memperberat vonis Silfester menjadi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Namun hingga saat ini keputusan majelis hakim kasasi belum juga dieksekusi. Terbaru, Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Banyak yang menduga, ia aman karena dilindungi Presiden ke-7, Joko Widodo, yang hingga saat ini masih punya kekuatan di instrumen rezim Prabowo Subianto.