Jakarta, OLE – Sebanyak 1.683 orang telah ditangkap oleh polisi selama demonstrasi yang berlangsung di Jakarta pada 25–31 Agustus 2025. Angka itu merupakan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mayoritas ditangkap oleh Polda Metro Jaya.
Menurut Komnas HAM, angka tersebut dihitung setelah meninjau langsung kondisi ke Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, bersama Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. “Diperoleh informasi, Polda Metro Jaya telah menangkap dan menahan 1.683 orang peserta massa aksi dari 25, 28, 30, dan 31 Agustus 2025,” kata Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam keterangan tertulis pada Senin, 1 September 2025.
Angka tersebut masih bisa berubah sewaktu-waktu, dan tidak mencakup jumlah orang yang ditangkap di kepolisian resor (polres) jajaran. “Polda Metro Jaya juga menyatakan bahwa data tersebut masih merupakan data dinamis serta hanya merupakan data yang ada di Polda Metro Jaya dan bukan dari polres-polres wilayah Polda Metro Jaya,” ujar dia.
Saat berada di Mapolda Metro Jaya, Komnas HAM juga menemui 19 orang yang masih menunggu kejelasan status anggota keluarganya yang ditahan oleh pihak kepolisian sejak Jumat, 29 Agustus 2025 malam.
Komisi lantas mendorong Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan peserta aksi yang ditahan dan menginformasikan kepada pihak keluarga. Polda Metro Jaya juga diminta bersikap profesional, akuntabel dan transparan. “Serta membedakan perlakuan terhadap pengunjuk rasa dengan penjarah,” kata Anis.
Selain itu, Komnas HAM meminta Polda Metro Jaya memberi akses bantuan hukum pada orang-orang yang ditangkap. “Memberikan akses bantuan hukum bagi setiap orang yang ditangkap dan ditahan,” ucap Anis.
Angka yang dihitung oleh Komnas HAM berbeda dari hitungan Polda Metro Jaya. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Ade Ary Syam Indradi mengatakan sejauh ini 1.240 orang telah diringkus saat demonstrasi sepekan terakhir.
Selama demonstrasi berlangsung, polisi juga menerima sembilan laporan pidana dan telah menetapkan sepuluh orang sebagai tersangka. “Sebanyak 9 orang sudah ditahan, sementara satu orang masih dalam pencarian,” ujar Ade Ary.
Demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah terus terjadi sejak Senin, 25 Agustus 2025. Unjuk rasa yang semula memprotes besaran tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan di berbagai wilayah di Indonesia.
Setidaknya sembilan orang telah meninggal dunia selama demonstrasi berlangsung, baik akibat kekerasan polisi maupun massa yang tak dikenal. Salah satunya adalah pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan, yang tewas dilindas mobil kendaraan taktis (rantis) Brigade Mobil (Brimob) Polda Metro Jaya di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025. Kematian Affan memicu kemarahan masyarakat dan memantik demonstrasi-demonstrasi berikutnya.
Dugaan Pelanggaran HAM
Sementara itu Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights/OHCHR) mendesak pemerintah Indonesia melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan atas dugaan pelanggaran HAM dalam demonstrasi nasional yang ricuh, Agustus 2025 kemarin.
Juru Bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan yang terjadi dalam aksi protes di berbagai daerah. Aparat penegak hukum, termasuk militer pun didesak untuk mematuhi hukum, maupun prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api sebagaimana standar internasional dalam menangani aksi demonstrasi.
“Kami mengikuti dengan cermat rangkaian kekerasan di tanah air dalam konteks demonstrasi nasional. Kami menekankan pentingnya dialog untuk menangani kekhawatiran publik. Pihak berwenang harus menjunjung hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi,” ujar Shamdasani dalam keterangannya, Senin (1/9/2025) malam.